.jpeg&w=3840&q=75)
YayasanSMASMKUniversitasSDSMPPG/TKKunjungan2025
Sharing Session Bonnie Triyana, Indonesia, dari Genetika Tunggal Ika ke Bhinneka Tunggal Ika
DIGITAL YPSIM – Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) bekerja sama dengan Universitas Satya Terra Bhinneka (ST Bhinneka) menyelenggarakan Sharing Session bersama sejarawan sekaligus Anggota DPR RI Komisi X Fraksi PDI Perjuangan, Bonnie Triyana. Acara berlangsung di Auditorium Bung Karno, Kamis (11/9), dengan mengangkat tema “Indonesia, dari Genetika Tunggal Ika ke Bhinneka Tunggal Ika”.
Kegiatan ini dihadiri Ketua Dewan Pembina YPSIM dr. Sofyan Tan, Ketua Yayasan Finche Kosmanto, Pimpinan Sekolah Edy Jitro Sihombing, serta civitas akademika YPSIM dan ST Bhinneka. Kehadiran mahasiswa dari berbagai jurusan sebagai peserta menjadikan forum ini ruang dialog terbuka untuk memperluas wawasan sekaligus menggali inspirasi mengenai sejarah, kebangsaan, dan peran generasi muda dalam membangun Indonesia.
Dalam pemaparannya, Bonnie Triyana menekankan bahwa identitas Indonesia merupakan hasil perjalanan panjang sejarah dan keragaman genetik. Ia menjelaskan bahwa sebelum nama Indonesia dipakai secara politis, wilayah nusantara lebih dahulu dikenal dengan sebutan Nusantara, kemudian Hindia Belanda. Nama “Indonesia” sendiri dipopulerkan oleh Ki Hajar Dewantara ketika mendirikan Indonesische Persbureau di Belanda.
Ia menambahkan, secara genetik warga Indonesia berasal dari beragam DNA, mulai dari Afrika, Asia Tengah, India, Yunani dan lainnya.
“Indonesia itu beragam, memiliki lebih dari 700 bahasa dan 500 etnik. Jadi ketika ada yang bersikap rasis dengan mengaku asli Indonesia, kita perlu bertanya kembali, siapa sebenarnya orang asli Indonesia itu?” tegas Bonnie.
Sebelum sesi utama, Pimpinan Sekolah YPSIM Edy Jitro Sihombing menyampaikan sambutan sekaligus memperkenalkan YPSIM sebagai lembaga pendidikan berbasis multikultural. Ia menegaskan bahwa nilai keberagaman telah lama menjadi fondasi pendidikan di bawah naungan yayasan.
“Kami mengedepankan keberagaman, bukan keseragaman. Di sekolah ini berdiri empat rumah ibadah berdampingan, sehingga sekolah ini sering kami kenalkan sebagai Indonesia mini. Di sinilah siswa belajar tentang toleransi sejak dini,” ungkap Edy.
Ketua Dewan Pembina YPSIM, dr. Sofyan Tan, juga turut hadir dan memberikan dukungan penuh terhadap kegiatan ini. Ia menilai diskusi bersama sejarawan dapat membuka ruang kritis bagi peserta diskusi dalam memahami identitas bangsa. Menurutnya, pendidikan tidak hanya sebatas pengetahuan akademis, tetapi juga tentang kesadaran sejarah dan sosial.
Sharing Session berlangsung khidmat dan penuh antusiasme. Peserta aktif mengajukan pertanyaan dalam sesi diskusi, mulai dari isu identitas nasional, tantangan intoleransi, hingga peran generasi muda dalam menjaga nilai kebhinekaan. Bonnie menanggapi setiap pertanyaan dengan pemaparan berbasis riset sejarah, sekaligus mengaitkannya dengan kondisi sosial politik Indonesia masa kini.
Acara ditutup dengan pemberian cinderamata kepada Bonnie Triyana sebagai bentuk apresiasi dari pihak penyelenggara. Seluruh peserta kemudian melakukan sesi foto bersama, menandai berakhirnya kegiatan yang tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan semangat kebangsaan di kalangan mahasiswa. Melalui kegiatan ini, YPSIM dan ST Bhinneka menegaskan komitmennya dalam menghadirkan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada akademik, tetapi juga membekali generasi muda dengan kesadaran multikultural dan nilai kebhinekaan.